Fatherless : Ayah ada tapi tiada

Bismillah,

apa kabar blog? februari, maret, april, mei, juni, Juli, agustus, september. Sudah satu semester lebih enggak pernah update tulisan lagi.

Semenjak istri melahirkan dan alhamdulillah Ghi (anak kami) lahir ke bumi, lebih banyak habisin waktu libur buat keluarga, terutama buat istri dan Ghi.

Setelah 15 bulan menjadi bapak, hal yang sangat saya sadari adalah betapa susahnya menjadi seorang istri di lingkungan yang menganggap bahwa segala tugas rumah tangga terutama mengurus anak adalah tugas istri atau seorang ibu. 

alasannya? karena suami sudah capek kerja lah, karena memang seharusnya begitulah, dan karena karena lainnya. Satu hal yang paling penting saya pelajari adalah ternyata seharusnya tidak begitu yang seharusnya. huh? gimana gimana? ya gitudah.

intinya satu kata yang saya temukan ketika mencoba mencari tahu tentang hal ini, yaitu Fatherless.

ketika mengetikan kata fatherless di pencarian, kita akan menemukan begitu banyak artikel yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara tertinggi faherless bahkan ada yang menyebutkan kalo Indonesia masuk 3 besar fatherless country di dunia.

Tapi kalo kita mencari lebih dalam lagi sebetulnya belum ada data dan sumber penelitian yang jelas yang menjelaskan tentang itu. Rata rata kita hanya menemukan artikel artikel tanpa sumber penelitian yang jelas.

Terlepas dari ada atau tiadanya data soal peringkat fatherless Indonesia, mau tidak mau suka ataupun tidak suka. Harus kita akui kalau kondisi fatherless bisa kita rasakan di lingkungan kita, bahkan mungkin ada yang pernah mengalami atau bahkan sedang mengalaminya?

ehhh bentar..bentar.. ini omongin apaan sih? omongin itukan? apaan? anu itu? apa? Fatherless.

Apa itu Fatherless?

Fatherless sendiri dapat diartikan sebagai ketiadaan sosok ayah dalam proses pengasuhan. Hal ini terjadi pada anak yatim piatu atau anak yang tidak dekat dengan ayahnya baik secara fisik maupun psikologis.

Tetapi disini kita enggak bicara tentang tidak adanya ayah. Yang kita bahas adalah Fatherless dalam artian situasi dimana anak itu yatim disaat bapaknya ada disampingnya.

Indonesia Darurat Ayah?

huh? gimana gimana? yatim disaat bapaknya ada disampingnya?
iya! sedihkan? Anak anak memiliki ayah secara fisik, tapi banyak dari mereka tidak memiliki ayah secara psikologis atau tidak terlibat dalam pengasuhan (misalnya : sibuk bekerja, sibuk selingkuh, atau tidak mengerti fungsinya sebagai ayah).

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan anak (PPPA) mendefinisikan fatherless sebagai ketiadaan peran ayah. Artinya, ayah ada ada atau hadir secara fisik , tetapi tidak terlibat dalam perkembangan anak.

Jadinya "memiliki ayah tapi tidak memiliki ayah". Akibatnya, anak kehilangan role model dan tanpa disadari haus kasih sayang dari ayah.

Diantara kita pasti tidak ada ayah atau bapak yang mau dianggap perannya tidak ada di rumah. Tidak ada juga ayah yang mau dianggap kehadirannya tidak ada di rumah. Karena itu mungkin kalo kita disebut sebagai negara fatherless atau negara dengan lingkungan yang "memiliki ayah tapi tidak memiliki ayah" kita sedikit keberatan.

Tapi masalahnya suka tidak suka mau tidak mau lingkungan kita menormalkan kondisi ini, seolah olah dengan menjadi atm berjalan tugas kita sudah selesai sebagai kepala keluarga. Tidak Bapack bapack.

Apa yang terjadi dengan anak yang tumbuh dalam keluarga fatherless?

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Marriage and Religion research institute yang bejudul "Effect of fatherless on Children's development" dipaparkan beberapa hal yang dirasakan anak yang tumbuh tanpa peran ayah, diantaranya: 
  • Memiliki harga diri yang rendah
  • sering merasa kesepian
  • Sulit menemukan makna hidup
  • Memiliki kontrol diri yang rendah
  • Memilik kontrol yang buruh terhadap rasa marah
Didalam penelitian lainnya yang berjudul "Dampak Fatherless terhadap perkembangan anak usia dini" dijelaskan bahwa fatherless memiliki dampak serius bagi perkembangan anak usia dini. diantaranya yaitu:
  • Aspek Kognitif : Anak cenderung memiliki motivasi belajar yang rendah bahkan kehilangan motivasi belajar sehingga berakibat pada menurunnya kualitas belajar anak.
  • Aspek Sosial Emosional : Anak lebih cenderung memiliki rasa percaya diri yang lemah dan sulit beradaptasi dengan dunia luar.Hal tersebut disebabkan keikutsertaan ayah dalam proses pengasuhan dapat memiliki pengaruh terhadap cara anak melihat dunia luar yang membuatnya cenderung lebih kuat dan berani. Selain itu, anak lebih memilih menghindar dan menjadi sangat egois saat menghadapi masalah serta kurang bisa memilih keputusan dan ragu ragu pada sata dibutuhkan pengambilan keputusan yang cepat dan tegas.
  • Aspek Bahasa : anak cenderung memiliki keterlambatan dalam berbicara. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya sosok ayah dalam membacakan buku cerita. Selain itu, kurangnya waktu dan peranan ayah dalam hal pengasuhan sehingga kurangnya stimulus bahasa pada anak.

Kenapa peran ayah penting bagi anak?

Keberadaan seorang ayah memiliki nilai tak hingga dalam kehidupan anak anak. Ayah bukan hanya sebagai penyedia dukungan finansial, tetapi juga memberikan kehadiran emosional, bimbingan dan menjadi contoh teladan yang penting. selain itu, kenapa peran ayah penting bagi anak?
  • Ayah sebagai role model
  • Pemandu prinsip, membimbing mana yang benar dan mana yang salah.
  • seorang pendisiplin yang tegas (The power of tega).
  • Sebagai pemecah masalah
  • Teman bermain
  • Sebagai pelindung

Peran ayah dalam Al-quran dan hadist

Dalam hadist riwayat Bukhari dan muslim, Abu Hurairah bercerita bahwa Rasulallah Shalallahu 'alaihi Wassalam bersabda,

"Setiap anak dilahirkan dalam kondisi fitrah, kedua orang tuanyalah menjadikannya Yahudi, nasrani atau Majusi".

Hal ini menandakan besarnya peran orang tua khususnya ayah sebagai pemimpin di keluarga untuk menjaga fitrah anaknya.

Dan didalam al-quran diabadikan, sesibuk apapun ayah, harus punya waktu ngobrol dengan anaknya. Dalam surah Luqman ayat 12 - 19. Luqman ngobrol sama anaknya. Didalam surah yusuf, Nabi Ya'qub sebagai seorang ayah mengobrol dengan anaknya yaitu nabi yusuf. Dan yang selalu kita dengarkan minimal setahun sekali di hari raya idul adha yang dijelaskan dalam quran surah As- Safaat dimana nabi Ibrahim senantiasa berkomunikasi dengan anaknya nabi Ismail.

artinya apa? ngobrol, komunikasi, dialog terbuka antara ayah dan anak itu sebuah keperluan untuk kedekatan ayah dan anak, hal ini tergambar dari kisah diatas.

Membentengi Fatherless

Kondisi fatherless kebanyakan disebabkan oleh paradigma orang Indonesia apalagi di desa yang beranggapan bahwa suami bertugas bekerja sedangkan ibu tugasnya menemani anak anak dirumah.

Paradigma ini pun diperkuat dengan laporan yang dirilis oleh KPAI pada tahun 2015 yang berjudul "kualitas pengasuhan anak di Indonesia: Survey nasional dan telaah kebijakan pemenuhan hak pengasuhan anak di Indonesia". Dimana praktik pengasuhan anak pada fase awal. proporsi ibu jauh lebih besar dibandingkan ayah.

Tapi yang paling penting kita pelajari dari penelitian ini adalah kuantitas dan kualitas waktu berkomunikasi orang tua dengan anak sangat minim. Secara kuantitas persentase tertinggi waktu orang tua berkomunikasi dengan anak yaitu satu jam per hari sebagaimana terlihat dalam grafik berikut.

di laporan ini juga ditambahkan. Minimnya waktu orang tua berkomunikasi dengan anak, berpotensi pada hilangnya keakraban, kehangatan, dan keharmonisan hubungan antara orang tua dan anak dalam keluarga. 
 

Coba bayangkan, sudahlah waktu dirumah sedikit karena kerja atau hal lainnya, sampai rumah kita sibuk sendiri.

Karena itu jangan pernah sia siakan family time dengan menikmati kesenangan sesaat. Meskipun hanya mengobrol, mendongeng, bercanda senda gurau, membacakan buku, makan bersama ataupun main sebentar bersama anak. main loh ya, bukan jaga anak main :) haha.

Karena justru kegiatan seperti itulah yang akan membentengi dampak dari fatherless itu sendiri. 

Kalo kata Ustadz Abu Salma Muhammad, seorang ayah yang meluangkan waktunya untuk membersamai anaknya setidaknya setengah jam sehari secara rutin asalkan dengan perhatian penuh,lebih baik daripada meluangkan waktu seharian namun tidak fokus dan sibuk sendiri.

Friendly Reminder

al Imam ibnu al qayyim rahimahullah pernah berkata, "Siapa saja yang mengabaikan pendidikan anaknya dalam hal hal yang berguna baginya, lalu dia membiarkan begitu saja, berarti dia telah berbuat kesalahan yang fatal.

Dari Abdullah bin Umar Radhiyallahu anhu, nabi shallahu alaihi wa salah bersabda,
"Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala negara), dia adalah manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan anak anaknya, dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka.Seorang hamba sahaya adalah dalam urusan harta tuannya, dia akan diminta pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya." (HR. Bukhari dan Muslim)

Terakhir!

diantara kesalahan kita para suami adalah menyerahkan semua urusan anak kepada istri. kita menganggap bahwa urusan kita adalah mencari nafkah saja. Sedangkan urusan mendidik anak, mengurus anak, itu adalah urusan istri. ini adalah sebuah kekeliruan yang besar. Jika ada istilah "istri adalah madrasah pertama bagi anak-anak", maka kita harus ingat bahwa madrasah itu memiliki kepala sekolah. Dan siapa lagi kepala sekolah madrasah selain ayah atau bapak itu sendiri.

Sampai kapan kita akan menormalkan dialog dialog berikut ?

Anak belum makan, ibunya kemana?
anak belum mandi? ibunya kemana?
anak enggak naik kelas? maklum ibunya sibuk
anak berantem sama teman? maklum ibunya enggak perhatian.
Anaknya jatuh? ibunya kemana aja?

terus, kalo semua masalah anak dibebankan pada ibu, Bapak ngapain? dimana peran bapak?

Menjadi ayah yang selalu hadir untuk anak memang tidak ada sekolah formalnya, tapi itu bisa kita pelajari. Jadi ayo bapack bapack kita hilangkan paradigma lama itu menjadi yang seharusnya.

Pemikiran pengasuhan tradisional yang menganggap bahwa pengasuhan hanya tugas ibu harus diluruskan. Karena Anak itu belajar kelembutan dari seorang ibu dan belajar ketegasan dari seorang ayah atau Bapak.

Ayah dan anak, seharusnya tidak hanya sebatas akta kelahiran atau kartu keluarga saja. Karena salah satu tugas juta sebagai ayah atau bapak adalah memastikan bahwa anak anak kita tumbuh sehat secara fisik dan mental. Semoga kita diberikan kemudahan oleh Allah Subhanahu wa ta'ala.

Jadi gimana? Biasanya bapack bapack meluangkan waktu berapa lama untuk anak? yang sedikit tapi berkualitas lebih bagus daripada lama tapi fokusnya kemana mana, ke hp lah, tv lah, laptop lah, atau tumpukan kerjaan lainnya. 

yang harus kita ingat pak bapack, masa kecil anak enggak akan mungkin bisa terulang. Pastikan kita hadir didalamnya agar tidak ada penyesalan kemudian hari pada diri kita.

Ketika anak punya hubungan baik dengan kita sebagai ayah atau bapaknya, mungkin akan banyak ingatan baik yang tercipta, dia mungkin akan mengingat kita ayah atau bapaknya dalam bentuk cerita yang hangat, tawa yang bahagia atau juga perasaan yang menghangatkan jiwa.

Posting Komentar untuk "Fatherless : Ayah ada tapi tiada"